Listen Before I Go

Ditulis oleh kts, 26 Juni 2021

 

Trigger Warning : kematian, bunuh diri, deskripsi mayat, darah, isi tubuh

 

Seorang perempuan mengenakan lencana polisi memasuki batas kuning. Pantofelnya mengentak aspal, menembus angin malam. Langkahnya berhenti tepat sebelum darah mengenai ujung sepatunya. Ia melihat pemandangan tepat di depan matanya.

Tubuh itu meringkuk dengan posisi abnormal. Tangannya bengkok layak boneka rusak. Kakinya rusak, fraktur terbuka1. Ujung kaki kanannya masih terpasang sepatu hak berwarna merah. Rambutnya yang pirang ternoda oleh darah. Namun wajahnya teduh, seperti tertidur. Jika kamu mengabaikan fakta bahwa kepalanya pecah mengeluarkan isinya.

Perempuan itu bergidik.

“Detektif.” panggil seseorang. Perempuan itu menengok ke asal suara. Seorang polisi berseragam lengkap menghampirinya. “Apa laporannya?” tanya perempuan itu, setelah polisi itu mendekat. “Bunuh diri. Banyak saksi mata yang menyaksikan dia lompat dari atas gedung sana.” Serentak kepala mereka mengadah ke atas.

“Sudah panggil forensik?” Polisi itu mengangguk. Kemudian wajah polisi itu berganti ragu. Detektif itu langsung memicingkan matanya. “Ada apa?”

Polisi itu langsung kikuk saat kedapatan. “Ah, saat saya sampai sini, ada yang histeris. Kemungkinan itu teman korban.” Detektif itu mengangkat alisnya. “Lalu?”

Polisi itu menggigit bibir bawahnya. “Orang itu bilang bahwa ia membunuh korban.” Sontak mata perempuan itu terbuka lebar. “Di mana dia sekarang?” tanyanya, cepat. Polisi itu menunjuk ke arah sebuah mobil polisi. Perempuan itu menghampiri mobil itu setelah menganggukkan kepala ke arah polisi tadi, tanda terima kasih.

Sosok itu mulai terlihat jelas saat detektif itu mendekati mobil. Rambutnya panjang, setengah rambutnya tercukur, menampakan kulit kepalanya yang terukir dengan pola garis. Tubuhnya diselimuti selimut oranye, kepalanya tertunduk menatap gelas yang dipegang oleh kedua tangannya.

“Halo, aku detektif yang bertugas untuk kasus ini,” perempuan itu memperkenalkan dirinya sambil menunjukan lencana detektifnya, “boleh tau nama Anda siapa dan hubungan Anda dengan korban apa?”

Laki-laki itu mendongak. Matanya kosong, ada jejak air mata. “Kokonoi Hajime,” ujarnya, suaranya serak seperti orang habis berteriak, “aku sahabat kecil Seishu.”

Perempuan itu tersenyum tipis, mengangguk maklum. “Turut berduka cita.” Kokonoi mengangguk. “Terima kasih.”

“Sama-sama,” jawab cepat perempuan itu, “maaf mengganggu waktu berkabung Anda, tapi saya dengar Anda sedang bersama dengan korban saat kejadian. Boleh saya tanya-tanya?"

Kokonoi mengangguk pelan. “Boleh.”

Detektif itu mengeluarkan alat perekam suaranya. “Jumat, tanggal 24 Juli 2015. Jam 8 lewat 18 menit malam. Detektif Satou Mari melakukan wawancara dengan Kokonoi Hajime, sahabat kecil korban.”

Detektif Satou tersenyum ke arah Kokonoi. “Apa hubungan Anda dengan korban?” “Sahabat kecil.”

“Anda bersama korban saat kejadian berlangsung?”

Kokonoi menarik napas dalam, kemudian mengeluarkan dengan pelan. “Iya.”

“Apa yang Anda sedang lakukan saat kejadian?” “Memohon Sei untuk tidak loncat.”

Detektif Satou mengangguk. “Kemudian?” Kokonoi menahan isak. “Aku membunuh Seishu.”

Detektif Satou mengerjap matanya. “Maksud Anda, korban loncat atau Anda membunuh korban?”

Air mata mulai menetes ke pipi Kokonoi. “Seishu loncat.”

Detektif Satou terdiam. Ia pun mengeluarkan saputangannya kemudian memberikannya ke Kokonoi. Kokonoi menerimanya dan menyeka air matanya.

“Kenapa Anda bilang kalau Anda membunuh korban?” tanya Detektif Satou, penasaran.

Tangis Kokonoi semakin deras. Dari mulutnya keluar isakan tertahan. “Karena aku adalah  alasan mengapa Seishu merasa ia harus loncat dari gedung itu..”

Oh.

Malam itu Detektif Satou menggenggam erat alat rekamnya, merekam isakan pilu dari Kokonoi Hajime.

 

 

1 Fraktur terbuka: kondisi patah tulang di mana terdapat luka sehingga tulang bisa saja terkena kontak luar

 

Sumber foto: Michael Fortsch on unsplash

Komentar (0)
Belum ada komentar
Masukan Komentar Anda :
Sajak Untuk Bumi
Sajak Untuk Bumi

Bumi sudah merenta Waktu telah mengais puing raganya Raga yang mulai gemetar     Aku menghadap ke[..]

Ditulis oleh arg

Venus: Goddess of Love and Beauty
Venus: Goddess of Love and Beauty

[..]

Ditulis oleh kts

Tak Ku Sangka Dia
Tak Ku Sangka Dia

[..]

Ditulis oleh Ayu Kirani Azzahra

Listen Before I Go
Listen Before I Go

  [..]

Ditulis oleh kts

Filosofi Kemerdekaan
Filosofi Kemerdekaan

[..]

Ditulis oleh Ahmad Frizar Baharrizky

Mentari Rembulan
Mentari Rembulan

Sabarlah Ibu, [..]

Ditulis oleh Dikanio Hanif Purnomo

Percakapan di Kedai Kopi
Percakapan di Kedai Kopi

[..]

Ditulis oleh gap

Senja Bersama Ayah
Senja Bersama Ayah

Aku duduk termenung di sebuah pondok kecil buatan ayahku. Pondok yang letaknya menghadap matahari terbenam, sambil menatap hamparan sawah yang meng[..]

Ditulis oleh Rindah

Menghargai Arti Pertemuan
Menghargai Arti Pertemuan

Hai, Bumi ... Mungkin kau sudah terlalu lelah dengan semua ini Terlalu lelah untuk menghadapi tingkah egois manusia Makin t[..]

Ditulis oleh Putri Nur Hidayah Komaria